moshi-moshi!!! now i try to post this short story, i wrote this when i was in 2nd grade of senior high school.. happy reading all :)
please read and give ur comment :)
Time Capsule
Jalanan
sepi. Langit begitu cerah mengawali hari ini. Hari yang begitu aku
tunggu-tunggu. Kenangan masa lalu menari-nari dipikiranku. Suara
gemercik air yang mengalir terdengar begitu indah. Sama seperti biasanya
belum berubah. Pohon-pohon yang begitu rindang menambah kenangan itu
terasa nyata. Aku berjalan menuju tempat dimana aku dan dia mengubur
pesan-pesan rahasia untuk masa depan. Lima belas tahun sudah terlewati,
waktunya sudah tiba. Apakah dia sudah lupa? Pikiran itu selalu
saja datang. Jika diingat-ingat lima belas tahun yang lalu, umurku baru
genap 10 tahun. Aku adalah teman masa kecilnya. Dia hanya seorang anak
yang cengeng, selalu diejek, dan penakut. Pertemuan pertama kami terjadi
saat aku sedang bermain ditaman mencari serangga untuk aku koleksi.
Saat aku berhasil mengumpulkan berbagai jenis serangga, tiba-tiba
seorang anak berlari kearahku dan menabrakku hingga jatuh. Saat itu pula
semua serangga yang aku kumpulkan berebut keluar dari sarangnya mencari
kebebasan.
“haaaaaaa….. pergi kau serangga jelek!!” anak laki-laki itu berteriak ketakutan.
“hey,
kenapa kau berlari ke arahku? Kau lihat semua buruanku lepas!!!!” aku
marah sekali saat itu. Kau tahu mencari serangga itu tidak mudah seperti
yang kau bayangkan.
“haah? Itu semua milik kamu?” anak itu melihatku dengan wajah heran.
“iya. Dan sekarang kau harus bertanggung jawab mengumpulkan mereka kembali. Kalau tidak kau akan kupukul.”
“Aku tidak mau. Lagipula serangga itu menakutkan nanti kalau ada racunnya gimana?”
“serangga
yang aku kumpulkan tidak beracun. Cepat bantu aku mengumpulkannya lagi.
Kau yang salah menabrakku. Kalau kau tidak mau membantuku, aku akan
benar-benar memukulmu!” Dengan wajah ketakutan anak itu membantuku
mencari serangga. Tetapi bukannya membantu dia malah menangis karena
takut serangga mengigitnya. Aku kerepotan menangani anak itu untuk
berehenti menangis. Akhirnya aku mengantar dia untuk pulang.
“rumahmu dimana?”
“rumahku 2 blok dari taman ini.”
“baiklah ayo aku antarkan pulang.”
Saat
kami tiba di depan rumahnya. Seorang wanita cantik menghampiri kami dan
memeluk anak laki-laki itu. Wanita itu mencoba untuk menenangkan anak
laki-laki. Dia tersenyum padaku.
“terima kasih sudah bermain dengan Yamato. Namamu siapa?” Dia bertanya padaku dengan ramah dan wajahnya tersenyum.
“Ayaka. Ayaka Hirahara.”
Akupun
melambaikan tangan dan pulang ke rumah. Wanita itu adalah ibu Yamato.
Dan sampai saat itu aku terus berkunjung ke rumah yamato dan menjadi
temannya. Menurut ibunya, aku adalah teman pertama yamato semenjak dia
pindah ke sini. Dan pada saat itu aku menjadi dekat dengan Yamato dan
ibunya.
#
Aku
berhenti tepat di sebuah gedung sekolah. Aku ingat saat pertama kali
aku mengantarkan Yamato ke sekolah sebagai anak baru. Dia begitu pemalu
dan selalu berada dibelakangku. Aku mencoba untuk memperkenalkan
teman-teman kelasku padanya. Tetapi sepertinya dia memang tidak pandai
bergaul. Dia terus saja berada dibelakangku untuk bersembunyi. Saat dia
mencoba untuk memperkenalkan diri di depan kelas kepada teman-teman
barunya. Dia begitu gugup. Tangan dan kakinya terlihat bergetar. Aku
hanya tersenyum melihatnya. Dasar anak payah!
Yamato
adalah anak yang cengeng, makanya dia selalu jadi bahan ejekan. Tapi
sebagai temannya aku selalu menjadi pelindungnya. Aku bahkan selalu
berkelahi dengan orang yang mengejeknya. Karena aku selalu membela
Yamato, akupun sering menjadi sasaran anak lain untuk diejek atau
dijahili. Tapi aku tidak pernah mempedulikannya. Tapi, lagi-lagi Yamato
menangis saat dia dijahili atau diejek. Dan aku selalu berada paling
depan untuk melindunginya. Tapi suatu hari, Arai, orang yang selalu
mengejek kami tiba-tiba mengatakan sesuatu yang benar-benar membuatku
marah.
“hey, Ayaka. Untuk hari ibu ini, kau mau bikin apa?”
“memangnya ada urusan apa kau menanyakan itu?”
“oh iya, kau kan tidak punya ibu. Jadi bagaimana kau akan merayakannya. Hahaha”
Dengan
hati kesal dan marah aku mendorong Arai. Tak apa jika dia mengejekku
karena aku aneh, tapi kalau dia mengejekku seperti itu aku tidak akan
pernah memaafkannya. Lalu saat dia hendak membalasku tiba-tiba…
“Hentikan!!!!” Yamato berteriak pada Arai.
“hey anak cengeng. Wah, sekarang kau sudah berani yah?” Yamato berdiri dihadapanku dan menatap Arai penuh
dengan keberanian.
“siapa
bilang Ayaka tidak punya ibu? Ibu yamato adalah ibu ayaka juga. Ingat
itu! Dan jangan pernah mengejeknya lagi!!” Yamato memegang tanganku dan
membawaku keluar dari ruangan itu.
Aku menangis. Dan untuk pertama kalinya Yamato menepuk pundakku dan berkata
“dasar
cengeng! Sudahlah jangan pedulikan mereka. Aku akan selalu disini
menjadi temanmu.” Yamato mengucapkan kalimat yang sering aku ucapkan
saat dia sedang menangis karena diejek. Yamato tersenyum dan akupun
berhenti menangis.
#
Angin
terus berhembus menandakan musim akan segera berganti. Aku melihat
kursi taman yang sudah usang. Tapi bagiku kursi itu tetap sama seperti
dulu. Dimana aku dan Yamato selalu berbagi makanan, melihat hasil
tangkapan dan membicarakan semua hal. Dan dikursi itu pula kami
memutuskan untuk membuat “time capsule” untuk 15 tahun kedepan.
“Apa yang kau tulis?”
“Rahasia. Kau tidak boleh mengintip, Yamato!”
“Kenapa lama sekali?” wajahnya terlihat tidak sabar menunggu.
“selesai. Kau bawa botolnya?”
“tentu saja.” Lalu kami menggulung surat itu dan memasukkannya kedalam botol.
Setelah itu kami pergi ke bawah pohon besar yang ada ditaman itu. Kami menggalinya dan menguburkan botol itu.
“kita akan menggalinya dan membuka botol itu saat 15 belas tahun kedepan. Kau dan aku, janji?!”
“yup. Janji.”
Dua
minggu setelah kami mengubur time capsule itu, Yamato pindah rumah
karena ayahnya dipindah tugaskan. Aku mengantar kepindahannya. Aku tak
bisa menahan tangis yang begitu dalam. Aku tidak akan bertemu dengannya
lagi.
“dasar cengeng! Aku sudah janji 15 tahun kedepan aku
akan kembali dan membuka time capsule bersamamu. Jadi tunggulah aku,
kita pasti bertemu lagi. Ya, kan?” dia tersenyum kepadaku. Entah kenapa
aku baru menyadari, yamato yang cengeng kini menjadi Yamato yang kuat,
yang selalu menjagaku dan menenangkanku saat aku menangis.
“hmm, (aku mengangguk). Kita akan bertemu lagi. Aku tidak akan pernah lupa.” Aku tersenyum dan melambaikan tangan padanya.
Satu
tahun itu sangat berarti bagiku. Aku bertemu dengan Yamato dan ibunya.
Aku sangat bersyukur. Aku bisa merasakan kehangatan seorang ibu dan
seorang sahabat yang selalu menemaniku. Tetapi, semenjak kepergian
yamato, kami tidak pernah berhubungan lagi. Dan 9 tahun kemudian akupun
pindah untuk kuliah. Hari ini, adalah hari yang sangat aku
tunggu-tunggu. Aku berharap dia juga menepati janjinya.
#
Tanpa
terasa, kenangan masa laluku menuntunku tepat dibawah pohon dimana aku
dan yamato mengubur surat rahasia masa depan. Aku begitu senang bisa
mengingat itu semua. Tetapi, disekelilingku tidak ada seorangpun yang
datang. Aku bingung harus berbuat apa. Lalu aku menunggu dan terus
menunggu berharap orang itu datang. Tapi, dua jam telah berlalu dan
tidak ada tanda-tanda orang itu akan datang.
Aku
mulai menggali dan mengeluarkan botol dari dalam tanah. Aku bersyukur
botolnya masih ada. Lalu aku duduk di bawah pohon dan mencoba membuka
tutup botol dengan perasaan gugup. Lalu aku membuka surat yang kami
gulung pada saat itu. Ini suratku. Ucapku dalam hati. Aku
gulung kembali surat yang aku buat untuknya dan memasukkannya ke dalam
botol. Lalu aku ambil surat yang Yamato tulis untukku.
28 Maret 1998
Untuk sahabatku Ayaka Hirahara
Aku
adalah anak yang cengeng, penakut dan suka dijahili. Tapi kau dengan
berani melindungiku dari teman-teman yang sering menjahiliku. Untuk itu
aku selalu berharap bahwa aku suatu hari akan melindungimu. Aku akan
selalu berusaha untuk melindungimu dan tidak menjadi anak yang cengeng
serta penakut lagi.
Aya, untuk menjadi temanku,
untuk selalu melindungiku, dan membuat hari-hariku menyenangkan. Aku,
Yamato mengucapkan “Terima Kaih” dan mari kita selalu berteman
Yamato Oreki
Aku
menangis, air mataku mengalir. Aku melipat surat dari yamato. Dan
memasukannya ke dalam tasku. Lalu aku kembali mengubur botol yang
didalamnya berisi suratku untuk Yamato. Aku selalu berharap yamato akan
mengingatku dan membacanya. Aku berdiri dan berjalan meninggalkan pohon
besar itu dan taman penuh kenangan itu. Aku terus berjalan dan tanpa
terasa aku berada didepan rumah yang dulu ditinggali Yamato. Aku ingat
saat dimana yamato menangis dan ibunya memeluk yamato begitu hangat. Aku
ingat saat yamato dan aku sering minum jus buatan ibu yamato. Aku ingat
bahwa disini pula kami harus berpisah.
“sudah lama menunggu?” tiba-tiba aku mendengar suara. Dan akupun menoleh ke arah sumber suara.
“ya?” tiba-tiba saja air mataku mengalir.
“dasar
cengeng! Hal seperti ini saja kau mudah menangis, Ayaka.” Aku terus
menangis tetapi lelaki itu hanya tersenyum dan menghampiriku. Lalu dia
memelukku dengan erat.
“aku pulang. Aku menepati janjiku.”
Aku terus menangis dan menangis. Aku menangis bahagia bisa bertemu dan mendengar suaranya lagi. “Selamat datang, Yamato.”
28 Maret 1998
Untuk sahabatku Yamato Oreki
Aku selalu berharap suatu hari nanti kau menjadi seseorang yang kuat
dan tidak cengeng. Kau membuktikan padaku bahwa kau bukanlah anak yang
cengeng lagi saat kau melawan Arai untuk membelaku. Untuk selalu menjadi
temanku, dan untuk pembelaanmu padaku, “Terima Kasih” Yamato. Semoga
kita selalu dan selalu bersama
Ayaka Hirahara
~ END ~